15 Februari 2019

CERMAT MENGENAL DAN MEMAHAMI JENIS PAJAK PROPERTI


Bagi Anda yang akan membeli properti baik itu rumah, apartemen, kavling, maupun ruko, yang perlu diperhatikan bukan hanya harga dan bukti legalitasnya saja.
Perihal pajak, juga harus Anda cermati agar tak menjadi bumerang di lain hari.
Terkadang, baik pengembang atau penjual, pembeli, serta notaris, kerap kurang memahami dasar perhitungan pajak properti.

Dikutip dari pajak.go.id, Selasa (19/1/2016) jika hal ini dilakukan secara sengaja, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tax evasion atau tindakan melawan hukum.
Jika tak ingin kejadian ini menimpa Anda, kenalilah jenis dan pengertian pajak properti yang berlaku di Indonesia.
.
.
1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dilansir laman Wikipedia.org, hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta bangunan di atasnya sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dan Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan lainnya.
Besarnya tarif pajak (bea) ditetapkan sebesar 5 persen yang dikenakan kepada pemilik atau pembeli rumah. Nilai yang diwajibkan membayar pajak dibatasi di atas Rp30 juta. Jenis pajak ini diatur oleh Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 dan terhitung efektif mulai 1 Januari 1998.
Dalam undang-undang diatas, yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh pribadi atau badan, yang meliputi jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, hadiah, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan pajak dan di luar pelepasan hak.
.
.
2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) adalah pajak yang dikenakan kepada properti, baik masih berupa tanah, maupun setelah dikembangkan menjadi beragam bentuk bangunan, seperti rumah, ruko, dan lain-lain.
PBB merupakan pajak bersifat kebendaan, secara umum besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Dasar Penghitungan PBB telah diatur dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP No.25 Tahun 2002.
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak atau NJKP, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20 persen dan setinggi-tingginya 100 persen.
Besaran persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
.
.
3. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 1994, dimana atas penghasilan yang diterima oleh pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang jumlahnya lebih dari Rp60 juta.
Besarnya PPh adalah 5 persen (lima persen) dari jumlah bruto nilai penghasilan atas hak atas tanah dan bangunan.
Sedangkan pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh wajib pajak, yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh Final sebesar 1 persen dari nilai pengalihan.
.
.
4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN atas penjualan properti dikenakan terhadap kegiatan penjualan bangunan baik berupa rumah, apartemen, kondominium maupun jenis-jenis lainnya.
PPN terutang pada saat pembayaran uang muka maupun pada saat pelunasan pembelian.
PPN akan dikenakan kepada Pembeli, dipungut oleh penjual dengan catatan penjual adalah Pengusaha Kena Pajak.
Yang menjadi dasar pengenaan PPN tersebut adalah nilai transaksi sebenarnya, namun apabila nilai transaksi tersebut di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) maka yang menjadi dasar pengenaannya adalah NJOP tersebut.
Penyerahan bangunan tersebut tidak seluruhnya terutang PPN.
Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah dibebaskan dari pengenaan PPN.
.
.
5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Sedangkan untuk pembelian rumah dengan kategori mewah, selain dikenakan PPN, pembeli akan dikenakan juga PPnBM.
Kategori produk properti yang dikenakan PPnBM antara lain produk apartemen, town house, rumah mewah, kondominium.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2003, atas penjualan properti-properti tersebut dikenakan tarif sebesar 20 persen.
PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dijual oleh developer dan properti tersebut memenuhi kriteria tertentu.
PPnBM tidak dikenakan terhadap transaksi penjualan properti antar perorangan.
.
.
6. PPh 22 (Pajak Penghasilan Pasal 22 atau Super Mewah)
Pajak ini ditetapkan tarifnya sebesar 5%.
Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap menguntungkan, sehingga baik penjual maupun pembeli dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena itulah, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
.
.
7. BBN (Bea Balik Nama)
Pajak BBN ini dikenakan kepada pihak pembeli untuk proses balik nama sertifikat properti yang ditransaksikan dari penjual kepada pihak pembeli.
Umumnya properti yang dibeli melalui pihak developer, pajak BBN ini diurus oleh pihak developer dan konsumen tinggal membayarnya.
Namun, jika kita membeli properti secara perorangan, biaya BBN ini diurus sendiri oleh pihak pembeli atau bisa sekalian diurus oleh pihak notaris.
Besarnya pajak BBN berbeda-beda di setiap daerah, namun rata-rata sekitar 2 % dari nilai transaksi.
.
.
.
Demikian sekilas mengenai jenis2 pajak properti, semoga bermanfaat 😊
.
.
Silahkan share / tag teman Anda 😊

TIPS MEMILIH RUKO UNTUK USAHA ANDA



Memastikan untuk membeli atau menyewa properti bukanlah hal yang gampang, seperti misalnya properti rumah kios (RUKO) yang diaplikasikan untuk berbisnis.
Ada banyak hal yang mesti diamati mulai dari kondisi fisik bangunan, lokasi, sampai urusan legalitasnya.

Nah, bagi Anda yang saat ini berniat untuk membeli atau menyewa ruko berikut tips-tipsnya :

1. Berada di Dalam Perumahan.
Pilihlah ruko yang berada di dalam perumahan, hal ini tentunya akan bisa memberi pengaruh pada bisnis Anda, semakin banyak penghuni dalam perumahan, otomatis semakin besar pula peluang bisnis Anda berkembang.
Saat ini banyak pengembang yang membangun unit ruko di dalam wilayah perumahan atau apartemen.

2. Berada di Jalan Utama.
Anda juga dapat membeli atau menyewa unit ruko yang berada di jalan utama, observasi apakah jalan tersebut banyak dilewati oleh kendaraan bagus pribadi atau angkutan umum, apakah mudah diakses dari pelbagai penjuru atau tidak.

3. Keamanan.
Sebelum memilih ruko, ada bagusnya jika Anda mencari info perihal keamanan zona di sekitar ruko, tanyalah terhadap penduduk di sekitar apakah di wilayah sekitar ruko tersebut rawan tindakan kriminal atau tidak.

4. Pelajari Harga.
Pelajari harga ruko yang ditawarkan, wajar atau tidak.
Jangan lupa untuk membandingkan harga ruko sekelas dalam satu wilayah.

5. Legalitas.
Urusan legalitas yaitu hal paling penting, sebelum Anda membeli atau menyewa pastikan betul bahwa ruko hal yang demikian mempunyai legalitas yang sah.
.
Semoga bermanfaat 😊

LISTING UNGGULAN

Rumah Dijual Area Tlogomas Dekat Kampus Universitas Muhammadiyah Malang

Rumah dijual Malang siap huni plus perabot, lokasi strategis perumahan Bukit Cemara Tujuh Tlogomas Malang hanya 500 meter dari kampus UMM. ...

Artikel Pilihan